Keesokan paginya. Hisagi terbangun lebih awal. Karena pukul 10.00 a.m nanti ia harus menghadiri technical meeting bersama Nemu di kantor kliennya. Tepat pukul 08.30 a.m. Ketika Nanao sudah terbangun, ia melihat Hisagi didapur yang sedang menyiapkan sarapan pagi. Ia menghampirinya kedalam dapur.
"Ada yang bisa kubantu, Hisagi?" tawar Nanao dengan senyuman lembutnya.
Hisagi yang sedang sibuk menyiapkan lauk pauk pun cukup terkejut ketika Nanao tiba-tiba datang menghampirinya. "Eh?" ia menoleh kearah Nanao. "Kau sudah bangun rupanya. Tidak usah, terima kasih," tolak Hisagi sopan. "Sebaiknya kau mandi dulu saja. Biar aku yang menyiapkan sarapan untukmu."
Nanao menuruti apa kata Hisagi. Ia segera mengambil handuknya. "Oh, ya, Nanao. Aku sudah siapkan pakaian untukmu. Aku simpan disofa." Sahut Hisagi dari dapur.
"Eh? Kapan kau membelinya?" tanya Nanao heran.
"Tadi pagi sekali, aku memesannya pada temanku. Kebetulan dia memiliki sebuah distro." Jawabnya. "Sudah cepat mandi sana!"
"I-iya! Terima kasih.."
Setelah selesai mandi dan berpakaian, Nanao menghampiri Hisagi yang sudah menunggunya dimeja makan untuk sarapan pagi bersama.
"Wah, ternyata kau pandai memasak juga, ya!" puji Nanao.
Hisagi terkekeh begitu mendengar pujian yang dilontarkan oleh Nanao. "Biasa saja, kok! Aku belajar memasak, soalnya aku hidup sendiri." Balasnya. "Tapi mungkin kalau kau dan aku sudah benar-benar hidup bersama selamanya, kau yang akan menghidangkan semua ini untukku, haha." Lanjutnya dengan tawa. Pipi Nanao merona merah ketika Hisagi berkata seperti itu.
Singkat waktu. Setelah Hisagi dan Nanao selesai sarapan. Hisagi mulai membuka pembicaraannya lagi. "Oh, iya. Hari ini aku akan pulang telat, sepertinya," Hisagi memberitahukan pada Nanao. "Aku ada rapat dengan klienku."
"Dengan nona Nemu?"
Hisagi mengangkat sebelah alisnya, lalu tersenyum simpul. "Tentu. Tapi tenang saja, aku tidak akan macam-macam dengannya. Tidak usah cemburu, ya! Haha.." ucap Hisagi seakan-akan ia tahu kalau Nanao memang cemburu ketika ia sedang bersama mantan kekasihnya, Nemu.
"Sudah, ya. Aku pergi dulu. Jaga dirimu, kalau ada apa-apa gunakanlah telepon rumah untuk menghubungiku. Bye!" pamit Hisagi.
"Ya, baiklah. Hati-hati dijalan, Hisagi." Sahut Nanao melambaikan tangannya kearah Hisagi yang semakin menjauh.
Pusat kota Karakura 09.50 a.m.
Butiran-butiran salju yang tersisa dari musim dingin kini mulai mencair. Awal musim panas. Matahari hangat menyinari sepanjang jalanan kota Karakura begitu padat. Membuat semua orang yang mau menjalankan aktifitasnya kesal menunggu jalanan yang sudah macet setengah jam lalu. Bunyi klakson terdengar dimana-mana. Menandakan si pengemudi kendaraan mulai jenuh menunggu kemacetan yang tidak kunjung berhenti.
'Tch! Sialan, aku terjebak macet! Bisa-bisa aku terlambat!' gerutu Hisagi dalam hati. Kini ia sedang menunggu sambil berdiri berdesakkan didalam bus. Kurang lebih empat puluh menit ia menunggu, namun jalanan tetap saja macet. Hal ini membuat Hisagi kesal sendiri. Ia memutuskan untuk berlari menuju kantornya. Lagipula jaraknya saat ini ke kantor hanya satu kilometer lagi.
Ia berlari secepat mungkin. Menghindari keterlambatannya. Diliriknya jam yang terpasang ditangan kirinya. 10.06 a.m. 'Sial! Aku telat!' batinnya.
Tibalah Hisagi didepan pintu ruangan technical meeting. Sebelum melangkahkan kakinya kedalam, ia merapihkan penampilannya terlebih dahulu. Mulai dari rambut, dasi, kemeja hingga ke sepatunya ketsnya.
Tok.. Tok..
Diketuknya pintu ruangan tersebut dengan pelan. Jantungnya berdebar, bersiap untuk menerima segala celotehan yang mungkin akan dilontarkan padanya. Sampai terdengar suara yang mempersilahkannya untuk segera masuk kedalam ruangan. Dibukanya pintu tersebut, terlihat banyak klien yang sedang menjalankan rapat menoleh kearahnya. Hisagi membungkukkan badannya dengan sopan, diutarakannya permintaan maaf pada seluruh klien.
"Maaf, aku terjebak macet dijalan. Sekali lagi, aku minta maaf."
"Baiklah, kalau begitu silahkan duduk, ditempat yang telah disediakan." Sahut Nemu yang memimpin rapat tersebut.
Tiga jam lamanya rapat berlangsung. Rapat yang cukup rumit memang. Selesainya rapat, Nemu mengucapkan rasa terima kasihnya. Dan saling menjabat para pengusaha ternama lainnya. Setelah seluruh klien meninggalkan technical meeting room, Nemu langsung menanyakan apa alasan Hisagi sampai bisa terlambat hadir dalam rapat penting seperti tadi, tidak seperti biasanya yang selalu tepat waktu.
"Kenapa kau bisa terlambat, Hisagi?" tanya Nemu.
"Sudah kubilang, bukan? Aku terjebak macet dijalanan." Jawabnya.
"Benarkah? Bukan karena gadis jalanan yang kemarin kau bawa, 'kan?"
"Jangan sebut dia gadis jalanan. Dia tidak bersalah padamu. Kenapa kau tidak mau percaya padaku, sih?" bentak Hisagi.
Nemu terkejut ketika Hisagi mulai berani membentaknya. "Lalu siapa dia, kalau bukan gadis jalanan?"
"Tch, bukan urusanmu!" kesal Hisagi.
"Sebenarnya, siapa gadis itu? Kenapa hanya karena gadis itu kau berani membentakku? Kau berubah.."
"Bukan siapa-siapa. Dan itu bukan urusanmu, nona Nemu." Jawab Hisagi dengan ketus. Hisagi beranjak dari kursinya, bergegas untuk meninggalkan ruangan itu.
"Tunggu! Hisagi!" panggil Nemu mencoba untuk menahan Hisagi agar tidak pergi dari hadapannya. "Kalau begitu, mulai besok kau dan aku akan pindah ke Seiretei!"
Hisagi terkejut lalu menoleh kearah Nemu. "Apa maksudmu? Sampai kapanpun aku tidak akan meninggalkan kota ini!"
"Ini demi pekerjaanmu juga, Hisagi. Ingat!" ucap Nemu. "Kalau pun kau tidak ikut, hak kepemilikkan rumahmu akan ayah cabut, dan ayah akan memecatmu!"
Hisagi tertegun dengan perkataan yang dilontarkan Nemu kepadanya. Ia berpikir sejenak, mencoba untuk menjernihkan pikirannya yang mulai kacau. Dilubuk hatinya terlintaslah sosok gadis yang kini mulai mengisi relung hatinya, Nanao.
'Mana mungkin 'kan aku meninggalkan Nanao seorang diri di kota ini? Belum lagi hak kepemilikkan rumah yang kudiami selama ini akan dicabut oleh ayah Nemu. Lalu? Kalau kepemilikankku atas rumah itu dicabut, Nanao akan tinggal dimana? Tidak mungkin hanya dengan seenak jidat aku menelantarkan Nanao dijalanan kota Karakura, membiarkannya diserang oleh kawanan preman rendahan yang haus akan gadis cantik sepertinya. Bagaimana juga jika pria bajingan yang hampir memperkosanya mencarinya sampai ke sudut-sudut kota ini, menemukannya, lalu menyeret paksa Nanao untuk ikut dan menyerahkan tubuh Nanao padanya?' batin Hisagi.
"Bagaimana, Hisagi?" tanya Nemu, senyum licik tersungging dibibirnya.
"Aku..."
"Aku..."
"Cepat putuskan pilihanmu, Hisagi."
Hisagi menghela nafasnya dengan berat. "Kalau begitu, lebih baik aku mengundurkan diri dari pekerjaan ini."
Mata Nemu membelalak seketika. Tidak percaya akan keputusan yang dipilih oleh Hisagi. "Hi-Hisagi..?"
"Adil bukan?" tanya Hisagi, "Aku keluar dari pekerjaanku, lalu kau tarik kembali kepemilikkan rumah itu dariku."
"T-tapi... Hisagi..." Nemu semakin tidak percaya bahwa Hisagi mengatakannya dengan sungguh-sungguh.
"Maafkan aku, nona Nemu. Dan dengan hormat, aku ucapkan terima kasih atas bantuan yang selama ini kau berikan padaku." ucap Hisagi meminta maaf. "Tapi kalau aku memilih pilihan pertama yang kau ajukan, berarti aku sama saja menghancurkan masa depanku bersama orang yang kucintai, permisi.." Hisagi meninggalkan Nemu yang masih tertegun, tidak mempercayai akan kata-kata Hisagi.
Nemu masih tetap dalam posisinya, ia merasa hancur ketika Hisagi mengucapkan kalimat terakhirnya. Masa depan bersama orang yang kucintai? Apa maksudmu, Hisagi? Aku mencintaimu lebih dari apapun! Kenapa kau lebih memilih orang lain dari pada aku? batin Nemu. Air mata mulai berjatuhan dari pelupuk matanya. "Apa.. kau masih membenciku, Hisagi?" desisnya pelan.
Ya, sekitar satu tahun yang lalu, Hisagi dan Nemu memang sempat menjalin hubungan dengan status sepasang kekasih. Dulu Hisagi begitu menyayangi Nemu. Namun, rasa sayangnya berubah begitu saja menjadi sebuah kebencian.
Saat itu, ketika Hisagi baru saja pulang dari supermarket. Ia mendapati Nemu sedang bermersraan dengan seorang lelaki disebuah café, bahkan Hisagi memergoki mereka yang sedang bercumbu mesra. Bukan sekali dua kali Hisagi melihat hal tersebut, hampir setiap hari ia melihat Nemu bermesraan dengan lelaki lain. Dan itu cukup membuat hatinya hancur berkeping-keping. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Berulang-kali Nemu berusaha meminta maaf padanya, tapi Hisagi terlanjur menutup hatinya untuk Nemu. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak memiliki hubungan lebih lagi dengan Nemu, hanya sekedar teman biasa atau bisa dibilang hanya relasi kerja saja.
"Aku pulang," sahut Hisagi.
Nanao menghampiri Hisagi, berniat untuk menyambutnya dengan ramah. Namun, wajah Hisagi menampakkan air muka kesedihan. Membuat Nanao keheranan.
"Hisagi, ada apa denganmu? Apa sesuatu terjadi padamu?" tanya Nanao dengan cemas. Hisagi menatap kedua bola mata lavender milik Nanao. Direngkuhnya tubuh Nanao yang lebih mungil darinya dengan erat. "Hi-Hisagi? Le-lepaskan.." ucap Nanao terkejut.
"Nanao, ayo kita tinggal bersama-sama.. Aku berjanji akan membuatmu bahagia, aku berjanji akan selalu berada disisimu, aku berjanji akan melindungimu.." lirih Hisagi, semakin mengeratkan pelukannya.
"Hisagi?" Nanao masih kebingungan dengan tingkah Hisagi yang tiba-tiba berubah seperti ini.
"Nanao, aku sangat mencintaimu.." ucap Hisagi dengan jujur.
"A-apa?" tanya Nanao, berusaha meyakinkan kalau dirinya tidak salah dengar.
"Aku mencintaimu sejak awal kita bertemu.. Walaupun kita baru bertemu dua hari, tapi.. aku sudah sangat mencintaimu.."
"A-aku.. belum tahu harus menjawab apa.." ucap Nanao sangat kebingungan.
Hisagi melonggarkan pelukannya. "Tidak apa-apa, Nanao. Aku akan menunggu sampai kau memberikan jawabanmu," ia menggenggam kedua bahu sambil menatap dalam-dalam kedua bola mata Nanao. "Dan tentang kita hidup bersama, aku akan mewujudkannya sekarang juga.."
"E-eh? Ta-tapi 'kan.."
"Tenang saja, tabunganku sudah cukup untuk membeli satu kamar apartemen, kok!"
"Be-begitu, ya.."
Dua hari kemudian. Setelah Hisagi membeli sebuah kamar di salah satu apartemen yang cukup jauh dari tempatnya bekerja. Ia dan Nanao memulai kehidupan mereka bersama. Tapi, Nanao baru menyadari akan suatu hal, akhir-akhir ini ia tidak pernah melihat Hisagi berangkat ke kantornya dengan setelan formal seperti biasanya.
"Hisagi, kenapa akhir-akhir ini kau tidak pernah berangkat ke kantor?" tanya Nanao.
"A.. Itu ya.. Aku sudah pindah pekerjaan. Maaf baru memberitahukan sekarang, hehe.." jawab Hisagi.
"Lalu, bagaimana dengan atasanmu?"
"Dia pindah ke Seiretei karena ada urusan relasi yang menuntutnya untuk pindah tempat."
Nanao hanya meresponnya dengan 'Oh'.
"Oh, iya. Sekarang aku akan memulai pekerjaan baruku disebuah kantor penerbit. Aku harus berangkat sekarang." Ucap Hisagi.
"Uhm, kalau begitu semoga kau betah dengan tempatmu bekerja sekarang. Hati-hati, ya, Hisagi."
"Oke!" kata Hisagi. Sebelum pergi, ia menyempatkan dirinya untuk mencium bibir Nanao dengan penuh hasrat. "Aku pergi dulu!" lanjutnya setelah mencium Nanao, ia langsung cepat-cepat pergi.
Saat ini wajah Nanao sangat merah sekali, melebihi warna tomat segar. Ahh.. Aku ini kenapa.. Padahal.. Aku belum membalas perasaan Hisagi.. Tapi entah kenapa aku...
"Haaah.. Capeknyaa.." ucap Hisagi begitu pulang.
"Ah! Hisagi, kau sudah pulang rupanya. Selamat datang!" sambut Nanao dari dalam dapur. "Aku sedang membuat makanan, kau mau makan atau mandi dulu?"
Hisagi belum menjawabnya. Tiba-tiba Nanao merasakan ada yang memeluknya dari belakang.
"Kalau aku ingin kau terlebih dahulu, boleh?" bisik Hisagi. Membuat Nanao merasa tubuhnya semakin panas, apalagi ketika Hisagi mulai meraba-raba perutnya, bahkan Hisagi mulai mencoba untuk menelusupkan tangannya kedalam pakaian Nanao.
"Ukhh... He-hentikan, Hisagi!" tolak Nanao. Ia melepas paksa pelukan Hisagi. "Kau kenapa, sih, Hisagi? Beberapa hari ini kau berbeda."
"Bukankah sudah sering kubilang, aku begitu mencintaimu, Nanao.." ucap Hisagi sambil melangkah mendekati Nanao. Jantung Nanao semakin berdetak dengan kencang.
"I-itu.. Ah! Tidak, ikanku gosong!" seru Nanao mengalihkan pembicaraannya. Dan langsung sibuk mengurusi ikan yang sedang ia goreng.
Saat itu Hisagi hanya bisa menatapnya dengan raut wajah yang agak sedih.
Tempat kerja Hisagi.
"Jadi, orang yang kau cintai tidak membalas-balas perasaanmu, begitu?" tanya Kira ketika ia mendengar semua curahan hati Hisagi.
"Ya, begitulah.. Mungkin, salahku juga karena bilang kalau dia bisa memberi tahu perasaannya disaat dia mengetahui, apa dia sudah suka padaku atau tidak," balas Hisagi lesu.
"Aku sih, hanya bisa memberi saran. Kau serang saja dia," ucap Kira serius.
"Eh? T-tapi, kalau dia malah membenciku, bagaimana?" Hisagi mulai ragu-ragu dengan saran yang diberikan Kira padanya.
"Biasanya, seseorang itu kalau tidak diburu-buru, tidak akan mengerti perasaannya sendiri. Lebih baik, kau yang berinisiatif sendiri. Dan kalau nanti dia malah membencimu, itu adalah salah satu hal buruk yang akan terjadi. Tapi, siapa tahu 'kan dia malah jadi menyukaimu."
"Hmm.. Tapi tetap saja aku tidak bisa melakukannya. Aku sudah berjanji padanya kalau aku akan melindunginya, apapun yang terjadi. Apalagi hanya untuk urusan pribadi seperti ini. Aku pasti hanya akan membuat warna hidupnya kembali kelam." Ucap Hisagi menundukkan kepalanya.
"Hhh... Ya sudahlah, lakukan saja sesuai dengan yang kau mau." Ucap Kira, lalu meninggalkan Hisagi.
"Nanao... Aku harus bagaimana agar kau membalas perasaanku?" gumam Hisagi mulai putus asa.
"Hisagi, kenapa kau bau alkohol seperti ini?" tanya Nanao di apartemennya begitu melihat Hisagi dalam keadaan pusing-pusing dan bau alkohol.
"Ugh.. Aku putus asa.. Menunggumu untuk jatuh cinta padaku.." ucap Hisagi jujur. Jelas saja, karena saat ini ia sedang dalam keadaan setengah mabuk.
"Si-siapa bilang aku belum jatuh cinta padamu, Hisagi?" Nanao mendudukkan Hisagi, lalu pergi mencari lap basah.
"Jadi... Kau telah jatuh cinta padaku, Nanao?" tanya Hisagi sedikit sadar.
"I-itu... aku telah jatuh cinta padamu, mu-mungkin?" sahut Nanao sedikit bingung. Ia masih sibuk mencari-cari lap basah didapur.
"Nanao.. aku sangat-sangat mencintaimu.." tiba-tiba Hisagi memeluk Nanao dari belakang.
"Aku tahu, Hisagi..." ucap Nanao dengan wajah yang sangat merah
"Sangat.. Sangat.. Sangat.. Sekali mencintaimu.." ulang Hisagi.
"Be-berisik, aku sudah tahu itu..." balas Nanao kemudian membalikkan tubuhnya agar menghadap Hisagi.
"Nanao..." gumam Hisagi, ia melingkarkan tangannya untuk memeluk tubuh Nanao yang nyaman dan hangat itu. Lalu perlahan Hisagi mulai mengulum bibir Nanao dengan sangat nikmat. "Nghh.." desah Nanao.
Dengan perlahan, Hisagi meletakkan Nanao diranjangnya. Mulai mencumbu dengan nafsu bibir Nanao tangannya yang bebas mulai melucuti pakaian yang menghalangi tubuh mereka berdua. Kini mereka berdua telanjang bulat tanpa sehelai benang yang menutupi tubuh mereka. "Uhh... Mmmhh.." desah Nanao disela-sela ciumannya dengan Hisagi.
"Nanao, aku mencintaimu..." bisik Hisagi ditelinga Nanao, hembusan nafasnya yang hangat membuat pipi Nanao merona merah. Hisagi mulai menciumi seluruh bagian lekuk tubuh Nanao. Menciumi leher jenjangnya menggigit kecil bagian sensitifnya, sehingga membuat Nanao sedikit mengerang kesakitan.
Belum puas dengan leher jenjang milik Nanao. Hisagi mulai menciumi dua tonjolan merah muda yang menyembul di dada Nanao, dilumatnya salah satu titik sensitif yang terletak di dada itu dengan lembut. Sehingga membuat Nanao mendesah pelan.
Sementara Nanao terus mendesah tak karuan ketika tangan kekar Hisagi mulai meraba-raba lekuk tubuhnya mulai dari wajah, tengkuk, dada, perut dan berakhir pada suatu titik tersensitifnya di pangkal paha.
"Boleh?" tanya Hisagi pada Nanao yang masih terlentang tidur dengan selangkangan yang terbuka lebar.
Nanao meneguk ludahnya. "A-aku.. Ta-takut.."
Hisagi tersenyum, lalu mengulum bibir Nanao dengan lembut. "Tenanglah, ini tidak akan sakit, kok!" bisik Hisagi mencoba meyakinkan Nanao.
"Ba-baiklah.. P-pelan-pelan, Hi-hisagi.."
Hisagi tersenyum simpul. "Bersiaplah." Perlahan-lahan ia menekankan 'barang pribadi'nya kedalam lorong kewanitaan Nanao. "Ahh.." erang Nanao kesakitan.
Hisagi tetap menjaga kecepatannya dalam memasuki tubuh Nanao. Awalnya hanya bagian pangkalnya saja yang masuk. Tapi sedikit demi sedikit pun mulai masuk sepenuhnya kedalam lorong sensitif Nanao yang masih sempit. Terasa oleh Hisagi ketika barang pribadinya menerobos, bibir kewanitaan Nanao terasa menjepitnya. Nanao hanya mendesah, awal yang ia rasakan memang perih, namun lama-kelamaan permainan Hisagi membuatnya terbawa ke ambang kenikmatan. Nafasnya tersengal-sengal.
"Nghh..."
Desahan Nanao membuat Hisagi semakin bergairah, ia mulai mempercepat permainannya. Desahan Nanao semakin menjadi-jadi. Tubuhnya menggeliat-geliat seperti cacing.
"Aaaahhh..." Nanao mendesah keras dan akhirnya mengalami klimaksnya. Cairan hangat mengalir diantara kewanitaannya. Hisagi mencabut barang pribadinya pelan. "Nghhh.. Ahhh.." desah Nanao.
Setelah selesai bermain dengan nirwana dunia, Hisagi merebahkan tubuhnya disamping Nanao yang bermandikan peluh. Ia merengkuh Nanao dengan erat.
"Aku mencintaimu, Hisagi.." bisik Nanao.
"Ya, aku juga.." balas Hisagi. "Nanao.."
"Ya?"
"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyentuhmu lagi." ucap Hisagi dengan mantap.
"Terimakasih, Hisagi.."
Pagi hari, setelah malam cinta Hisagi dan Nanao.
"Nghh.. Ngantuk.."gumam Nanao. Nanao bangun lebih telat daripada Hisagi karena ia merasa sangat kelelahan setelah bercinta dengan Hisagi semalaman. Mengingat kejadian itu wajah Nanao merona merah.
Nanao segera membersihkan dirinya dikamar mandi, lalu memakai pakaian perginya.
"Pagi, Nanao!" sapa Hisagi dengan semangat di ruang makan.
"Pa-pagi.." balas Nanao, wajahnya memerah lagi karena mengingat semalam dirinya baru saja bercinta dengan Hisagi.
"Nanao? Kau mau pergi?" tanya Hisagi ketika melihat Nanao memakai pakaian dengan rapih.
"I-iya. Persediaan makanan di kulkas sudah habis, ja-jadi aku mau ke supermarket dulu." Jawab Nanao.
"Oh, begitu. Kalau begitu hati-hati, ya!"
"I-iya, kalau begitu aku pergi dulu.." ucap Nanao sambil tersenyum malu.
"Hati-hati, ya!" pesan Hisagi sambil terkikik geli melihat perubahan pada Nanao.
"Terima kasih, datang lagi, ya!" ucap si kasir pada Nanao yang baru saja membayar tagihan belanjaan di salah satu supermarket.
Saat Nanao sedang dalam perjalanan menuju ke apartemennya. Ia mulai merasakan ada seseorang yang membuntutinya semenjak ia keluar dari supermarket. Nanao mempercepat langkah kakinya. Berharap si penguntit kehilangan jejaknya. Namun, nihil. Dua puluh meter sebelum sampai ke apartemen, sebuah tangan mencengkram kuat lengan kiri Nanao. Membuat Nanao mengerang kesakitan.
"Ah! Lepaskan aku!" seru Nanao. Tidak ada yang mendengarkannya, jalanan daerah apartemen yang dipilih Hisagi memang sepi. "Eh? Pa-paman Kyouraku?" Nanao terkejut ketika tangan yang mencengkramnya adalah tangan milik Kyouraku, paman yang sempat berniat untuk memperkosanya.
"Kemana saja kau, Nanaoku sayang? Aku mencarimu kemana-mana!" ucap Kyouraku, lalu ia menyeret Nanao ke sebuah gang kecil.
"Ka-kau mau apa?" bentak Nanao. Ia melangkah mundur menjauhi pria paruh baya itu. Namun, alhasil, ia malah terpojok di gang tersebut.
Kyouraku semakin mendekat kearah Nanao, senyuman iblis terukir dibibirnya. "Aku hanya menginginkanmu, sayang.."
"Pergi kau! Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu!" teriak Nanao. Namun, Kyouraku tidak mengindahkan semua bentakkan Nanao. Ia semakin mendekat dan menghimpit tubuh Nanao. Melihat jaraknya dengan Kyouraku semakin mendekat, Nanao melemparkan barang belanjaan yang dipegangnya kearah Kyouraku.
"Percuma saja, sayang.." kata Kyouraku, "Pulanglah bersamaku, aku akan memuaskanmu, Nanao.."
"Tch! Aku tidak sudi! Dasar, pria bajingan!"
Dengan sigap Kyouraku mengunci kedua lengan Nanao, mencekramnya dengan kuat. "Ah, le-lepaskan!" erang Nanao.
Kyouraku tidak mempedulikan Nanao yanng terus meronta menolak gerakkan dari Kyouraku. Membuat Kyouraku semakin panas. Tanpa basa-basi lagi, Kyouraku langsung mengulum bibir Nanao dengan lumatan yang kasar.
"Mmph!"
"Nanao?" tiba-tiba Hisagi merasakan hal yang mengganjal dihatinya. Sehingga ia langsung pergi keluar apartemen untuk mencari Nanao. Hisagi bergegas, berlari sekuat tenaganya. Menuju supermarket terdekat.
"Hisagi? Kenapa terburu-buru seperti itu?" tanya Kira yang kebetulan sedang berada di supermarket.
"Ki-Kira.. hah.. hah.. Kau lihat Nanao?" tanya Hisagi dengan nafas yang terengah-engah.
"Eh? Nanao? Tadi kulihat dia bersama seorang pria paruh baya dengan banyak jeng—" belum selesai Kira berbicara Hisagi langsung memotongnya.
"Dimana mereka?" tanya Hisagi tidak sabar.
"Ta-tadi mereka berjalan kearah apartemen, la-lalu berbelok ke sebuah gang." Jawab Kira.
"Thanks!" Hisagi langsung berlari kearah gang yang dimaksudkan oleh Kira. 'Tch! Kenapa aku tidak menyadarinya!' batinnya.
Ia tahu mengapa dirinya sampai terburu-buru seperti ini. Hisagi khawatir jika pria bajingan itu mulai melakukan hal yang tidak-tidak pada Nanao.
Setelah beberapa menit berlari. Ia berbelok kearah gang kecil. Matanya menyorotkan kebencian ketika melihat pria paruh baya itu menyentuh bibir Nanao dengan seenaknya. Diambilnya sebuah batang kayu yang tergeletak di gang tersebut. Lalu ia layangkan kearah belakang leher pria paruh baya tersebut sambil berteriak, "JANGAN SENTUH NANAO! KEPARAT!"
BUAKKK~
Hisagi berhasil membuat pria itu jatuh pingsan. Ia menoleh kearah Nanao yang masih gemetaran, karena shock akan kejadian tadi. Tatapan matanya kosong, seolah tidak ada harapan.
Hisagi berjalan kearah Nanao, direngkuhnya tubuh lemah Nanao Ia merasakan getaran tubuhnya yang hebat. "Maafkan aku, Nanao. Aku terlambat.." bisik Hisagi mencoba menenangkan Nanao.
"Hi-Hisagi.. A-Aku ta-takut.." ucap Nanao gemetaran, tangannya menggenggam erat kaos yang dipakai oleh Hisagi.
"Ssstt.. Tenang Nanao, sekarang aku ada didekatmu, jangan takut." Hisagi membelai rambutnya dengan lembut.
Hisagi merogoh saku celananya, mencari ponsel. Ditekannya nomor yang tertuju pada sebuah kantor polisi. "Halo, selamat siang. Hisagi Shuuhei disini. Saya melaporkan, di Distrik 36, sebuah gang kecil dekat apartemen Takigawa, terjadi kasus perencanaan sebuah pemerkosaan pada seorang gadis. Tolong cepat kirim kawanan anda, dan tangkap si keparat ini."
"Baik. Terima kasih, beritanya. Kami akan segera kesana." Jawab polisi disebrang sana.
Beberapa menit kemudian, sirene mobil polisi terdengar oleh Hisagi. Menandakan bahwa polisi akan tiba dan segera menangkap pria yang berusaha memperkosa Nanao.
Tangan Kyouraku kini terborgol. Para polisi segera membawa Kyouraku kedalam mobil mereka dan akan disidang dipengadilan atas tuduhan percobaan pemerkosaan.
Saat di TKP, Nanao pingsan, karena sangat shock. Hisagi segera membawa Nanao ke apartemennya.
"Uhh.." gumam Nanao perlahan-lahan bangun. 'I-ini.. Di apartemen.. A-apa Hisagi menyelamatkanku lagi?' pikir Nanao yang masih sedikit merasakan pusing dikepalanya.
"Nanao? Kau sudah sadar rupanya," ucap Hisagi tiba-tiba muncul didalam kamar dengan mangkuk yag berisikan bubur.
"I-iya.. Ngg, kenapa aku ada disini?" tanya Nanao ragu-ragu namun ia sangat penasaran.
Hisagi pun menceritakan hal yang baru saja terjadi tadi siang. Nanao yang mendengarnya mulai menunjukkan air muka kesedihan.
"Maafkan aku, Hisagi.."
"Untuk apa? Seharusnya aku yang minta maaf padamu. Karena kecerobohanku, kau jadi mengalami hal itu. Harusnya aku menjagamu," ucap Hisagi merasa bersalah.
Nanao tersenyum. Hisagi benar-benar baik padanya, ia terharu, air matanya mulai membasahi pipinya. Hisagi yang melihat Nanao tiba-tiba menangis langsung kebingungan. "Hisagi, terima kasih. Kau benar-benar baik padaku.." ucapnya sambil meneteskan air mata.
Hisagi pun reflek memeluk Nanao dengan lembut hingga tangisnya mereda. Ia mendongakkan wajah Nanao, menyentuh wajahnya yang cantik itu lalu mulai menciumnya dengan lembut penuh rasa cinta. Melihat Nanao yang tidak melawan tindakkannya, Hisagi perlahan mendorong tubuh Nanao hingga tertidur dikasurnya. Ia melanjutkan ciumannya, saling beradu lidah.
"Aku mencintaimu, Nanao. Sangat mencintaimu. Aku ingin hidup denganmu, selamanya.." Bisik Hisagi.
"Aku juga, Hisagi.."