WARNING! karena ini FF orang gede jadi yang di bawah umur mending ga usah liat tapi kalao masih kekeh penasaran mau baca boleh-boleh aja tp kalau diomelin sama orang tuanya jangan salahin saya ya :) sayakan suka memberi tahu anda!
oiya berhubung ini FF bukan 100% saya yang buat jad jangan ngomel2 ya sama ceritanya saya posting FF ini karena menurut saya FFnya menyentuh :P hihihi
Disebuah gang kecil kota Karakura, 10.25 p.m.
"Wah, wah... Jarang-jarang ada nona secantikmu jalan didaerah seperti ini," ucap seseorang bertubuh kekar.
"A-anou... Ma-maaf, se-sepertinya a-aku tersesat. P-permisi." Ucap si gadis berkacamata gelagapan. Jelas saja, ia ketakutan karena ada tiga orang preman bertubuh kekar dipenuhi tato-tato yang menjebaknya disebuah gang kecil yang gelap, jarang ada orang yang melewat.
"Tunggu, cantik. Kau mau kemana? Sebaiknya kita bersenang-senang dulu disini." Ucap seorang preman yang tubuhnya tidak kalah kekar dengan yang pertama. Ia berjalan semakin mendekati si gadis yang semakin kebingungan. Si gadis tidak dapat melarikan diri, tidak ada celah baginya untuk berlari. Preman-preman itu mengelilinginya.
"Ka-kalian ma-mau a-apa? Jangan dekati aku!" tukas si gadis ketika para preman tersebut berjalan semakin mendekat. Si gadis semakin mundur sehingga ia terpojok di gang tersebut.
"Kami hanya ingin kau, nona cantik. Wajahmu cantik, selain itu sepertinya tubuhmu juga bisa dinikmati." Si preman mendekat, lalu menekan tubuh si gadis ke dinding.
"Le-lepaskan!" ucap si gadis sambil mendorong sekuat tenaga preman tersebut.
Ketiga preman tersebut tertawa menyeringai. Bagaikan vampire yang mendapatkan mangsanya. "Hei, kalau kau sudah beres, gantian, ya! Sepertinya menarik." Sahut si preman ketiga.
"Oke, tenang saja, semua akan dapat bagian." Ucap si preman pertama. Tangan kanannya mengunci tangan mungil si gadis dengan kuat. Membuat si gadis mengerang kesakitan. Kemudian tangan kiri si preman pertama menarik syal yang digunakan oleh si gadis sehingga pangkal leher jenjang si gadis yang menggiurkan terlihat jelas. Tanpa basa-basi lagi si preman langsung menciumi leher jenjang milik si gadis.
"H-hentikan.. Kumohon.." mohon si gadis dengan sedikit merintih kesakitan ketika si preman mulai menghisap bagian sensitif disekitar lehernya. Namun, tentunya si preman tidak mengindahkan keluhan-keluhan si gadis.
Setelah si preman merasa puas menciumi leher jenjanng si gadis, si preman mulai membuka kancing mantel si gadis satu persatu.
"Hentikan!" si gadis berteriak sambil mendorong sekuat tenaga preman tersebut. Si preman jatuh tersungkur. Dan mengerang kesakitan, "Uukh.."
Si preman masih juga belum tumbang, dengan cepat si preman kembali mendekat dan menghimpit tubuh si gadis.
"T-TOLOOONG!" rintih si gadis. Si preman lalu berusaha untuk mengunci mulut si gadis dengan mulutnya.
BUAAKKK!
Sayangnya, sebelum si preman sempat melakukan hal tersebut, tiba-tiba teman si preman berjatuhan karena dipukuli benda tumpul oleh seseorang.
"Tch, sialan! Siapa kau, hah?" marah si preman pertama, wajahnya langsung terlihat sangat kaget ketika melihat orang yang menumbangkan teman-temannya adalah seorang lelaki dengan tato 69 dipipi kirinya.
"Wah, wah, sudah lama aku tidak datang kesini ternyata kalian nakal juga, ya!" ucap seseorang yang tadi memukul kawanan preman.
"Ti-tidak mungkin kau.. kau.. H-Hisagi...!" si preman ketakutan dan langsung kabur begitu saja bersama teman-temannya.
"Tch! Kaburnya cepat juga, dasar pecundang jalanan." Ucap Hisagi seraya menyibakkan keringat yang menetes dipelipisnya. "Ah! Lalu kau belum sempat diperkosa oleh mereka, 'kan?" tanya Hisagi dengan senyum.
Si gadis menggelengkan kepalanya, "Be-belum.."mungkin karena si gadis tersebut masih shock dengan apa yang baru saja terjadi padanya ia menjawab dengan gugup.
"Oh, baguslah kalau begitu!" Hisagi tersenyum kearah si gadis sambil sedikit mengacak-acak rambut si gadis. Lalu ia pergi perlahan meninggalkan si gadis yang masih shock sendirian.
"Tu-tunggu!" si gadis menahan Hisagi untuk pergi, ia menarik-narik jaket Hisagi.
"Hn?" Hisagi menoleh kepada si gadis.
Si gadis lalu membungkukkan badannya dengan sopan, "T-terima kasih."
Hisagi kembali tersenyum simpul ketika melihat tingkah polos si gadis, "Ya, sama-sama."
Si gadis yang membalas senyuman Hisagi. Tapi, tiba-tiba cacing-cacing diperutnya berteriak meminta makan. Hisagi yang mendengar suara perut si gadis pun langsung tertawa. "Kau lapar?"
Si gadis mengangguk, menandakkan bahwa memang dirinya sedang kelaparan. Wajar saja, dari mulai sang matahari terbit sampai matahari membenamkan dirinya di ufuk barat, si gadis hanya mengisi perutnya dengan berliter-liter air mineral.
Hisagi yang mengerti keadaan si gadis langsung mengajakknya ke sebuah restaurant yang cukup terkenal di kota Karakura. Lalu memesankan banyak makanan untuk si gadis. Sambil menunggu pesanan datang, Hisagi mencoba untuk mengajak bicara dengan si gadis.
"Ngomong-ngomong, kenapa gadis cantik sepertimu berada di daerah seperti tadi malam-malam begini?" tanya Hisagi. Si gadis menundukkan wajahnya, pipinya kini merona merah ketika Hisagi menyebutnya 'gadis cantik'.
"Ng.. S-sebenarnya.. A-aku kabur dari rumahku.." jawab si gadis sambil tersenyum kecut.
"Kenapa? Kalau aku boleh tahu." Ucap Hisagi.
"Aku.. Takut.." jawab si gadis semakin menundukkan kepalanya. "Aku hampir di..." si gadis sudah tidak mampu lagi untuk menceritakan yang sebenarnya. Rasanya hal yang mengganjal itu ingin ia buang jauh-jauh. Air matanya mulai berjatuhan dari pelupuk bola mata lavender miliknya.
"A... Sudah-sudah jangan paksakan dirimu untuk bercerita sekarang. Mungkin lain kali saja ketika kau sudah siap untuk menceritakannya padaku," hibur Hisagi ketika melihat air mata si gadis mulai berjatuhan. "Oh, iya. Kalau boleh tahu, siapa namamu?"
Si gadis mengusap pipinya yang basah karena air mata yang sempat ia keluarkan tadi. Ia menegakkan tubuhnya dan menyunggingkan senyuman manisnya, seolah-olah ia tegar dengan nasibnya. "Namaku, Ise Nanao." Ucapnya dengan Ramah.
"Hmm, Nanao.." ulang Hisagi. "Baiklah, salam kenal, aku Hisagi Shuuhei."
Makanan yang dipesan telah datang. Mereka menyantap makanan tersebut dengan lahapnya, apalagi Nanao, ia terlihat sangat senang ketika menyantap hidangan yang telah disediakan. Seselesainya mereka makan malam, mereka pergi berjalan ke taman untuk menenangkan perasaan Nanao yang mungkin masih shock. Dijalan, Hisagi memulai pertanyaannya lagi pada Nanao.
"Setelah ini, kau mau kemana?" tanya Hisagi. Nanao hanya menunduk lalu menggelengkan kepalanya. Mulutnya menghembuskan uap-uap, kedua tangannya ia kepal erat-erat. Dingin. Itulah yang dirasakan Nanao saat ini. Hisagi melepaskan syal yang digunakannya lalu melilitkannya dileher Nanao. Membuat Nanao salah tingkah dengan apa yang Hisagi lakukan padanya. "Kalau begitu kau pulang ke rumahku saja,"
"T-tapi..."
Hisagi memegang kedua bahu Nanao, tubuh mereka berdua saling berhadapan. "Hei, mana mungkin 'kan? Aku tega membiarkan gadis cantik sepertimu mengalami hal yang tidak-tidak dijalanan yang ramai dengan preman pecundang seperti tadi?"
Pipi Nanao merona merah ketika Hisagi mengatakan hal itu. "Aku berjanji akan melindungimu, Nanao." Janji Hisagi. Nanao hanya membalasnya dengan senyuman hangat.
"T-terima kasih, Hisagi."
Setibanya di taman kota, mereka duduk di bangku taman dan sedikit berbincang-bincang tentang kehidupan mereka masing-masing. Setelah dikiranya malam semakin larut, Hisagi memutuskan untuk segera kembali ke rumahnya.
"Waaah, bagus sekali rumah Hisagi.." Nanao berdecak kagum ketika melihat tempat tinggal Hisagi yang baginya sangat bagus.
"Ahaha, iya, terima kasih. Tapi ini bukan rumah milikku, ini adalah rumah yang atasanku berikan padaku," Kata Hisagi tersenyum.
"Ah, atasanmu pasti orang yang sangat baik hati."
"Iya. Tapi, kalau aku sudah punya uang, aku akan membeli rumahku sendiri. Kalau kau mau ikut, tinggalah bersamaku, haha."
"Benarkah? Kalau begitu aku mau!" ucap Nanao dengan semangat. Hisagi tersenyum.
Ketika Hisagi hendak membuka pintunya, ia melihat ada seorang gadis sedang tertidur diatas bangku teras rumahnya. Gadis itu terbangun ketika menyadari ada seseorang yang hendak membuka pintu rumah Hisagi. Ia langsung bangkit dari kursinya.
"Eh?" Hisagi tercengang. "Kau?"
Hisagi tercengang kaget ketika gadis itu reflek memeluknya. Nanao hanya diam tidak mengerti melihat tingkah gadis tersebut.
"No-nona Nemu?" kata Hisagi.
Gadis yang bernama Kurotsuchi Nemu melepaskan pelukannya dari Hisagi, terlihat jelas diwajahnya air muka yang sangat khawatir. "Hisagi, kau kemana saja? Aku menunggumu dua jam yang lalu, kenapa malam-malam begini kau baru pulang? Aku khawatir padamu.." Nemu langsung menghujam Hisagi yang baru saja tiba dengan banyak pertanyaan.
"A.. Sepulang dari kantor aku langsung pergi ke rumah Kira," Hisagi beralasan dengan senyum innocentnya. "Lagi pula, nona Nemu tidak perlu khawatir padaku. Aku lelaki, dan usiaku bukanlah usia seorang anak kecil yang masih meminta gendong pada ibunya."
"Ah.. B-begitu ya, maafkan aku," ucap Nemu sedikit menundukkan kepalanya, "Oh, iya. Hisagi, sudah kubilang 'kan, jangan panggil aku 'nona Nemu'," lanjutnya. Nemu menoleh ke arah Nanao, melihatnya dengan tatapan heran. "Hisagi, siapa dia?" tanya Nemu sambil menunjuk kearah Nanao yang sedari tadi hanya menjadi kulit kacang ketika Hisagi dan Nemu berdialog.
"Besok saja aku jelaskan. Sepertinya sudah larut malam. Apa kau tidak dicari oleh ayahmu?"
"Uhm, begitu.." ucap Nemu. Sebenarnya didalam hatinya, Nemu sangat ingin mengetahui siapa gadis itu sebenarnya. Karena sepengetahuan Nemu, Hisagi sudah tidak memiliki salah satu anggota keluarganya. Namun, karena Hisagi menolak untuk memberitahukannya saat ini juga, ia terpaksa menuruti perkataan Hisagi. "Kau benar juga Hisagi. Kalau begitu aku pulang dulu, jaga dirimu baik-baik, kalau ada yang kau butuhkan hubungi aku saja, aku akan selalu ada untukmu."
"Ya, terima kasih, Nemu." Hisagi tersenyum.
"Bye!"
Nemu memberikan salam perpisahannya, sebelum itu, ia menyempatkan untuk mengecup pipi kanan Hisagi. Membuat Hisagi terkaget dengan apa yang dilakukan olehnya. Sedangkan Nanao yang sedari tadi hanya diam melihat Nemu mengecup bebas pipi Hisagi.
Hatinya cukup tercabik-cabik ketika melihatnya. Nanao tahu, kalau dirinya dengan Hisagi baru saja berkenalan beberapa puluh menit yang lalu. Tapi siapa sangka? Hatinya sedikit demi sedikit berlabuh kepelukan Hisagi yang baru saja ia kenal.
Hisagi membuka pintu rumahnya. Lalu mempersilahkan Nanao yang seperinya masih terlihat menggigil kecil untuk segera masuk kedalam rumah. Udara diluar memang sangat dingin, padahal musim dingin sebentar lagi akan segera berakhir.
Hisagi segera menyiapkan kamarnya dan juga pakaian untuk Nanao. "Anou... Maaf, aku tidak memiliki pakaian wanita. Untuk sementara kau pakai saja pakaianku, besok akan kubelikan untukmu," ucap Hisagi. "Dan kau tidur dikamarku saja, sebelah sana." Lanjutnya sambil menunjukkan kamarnya yang berada disebelah barat ruang televisi.
"Ah, maaf, jadi merepotkanmu," ucap Nanao, ia merasa dirinya menjadi beban bagi Hisagi. Karena hanya ia yang selalu dibantu olehnya, sedangkan ia tidak bisa berbuat apapun untuk membalas kebaikan Hisagi.
"Tidak, masalah, Nanao. Aku senang membantumu, kok." Hibur Hisagi, ia menepuk kepala Nanao perlahan. "Sekarang mandilah, sudah kusiapkan air hangat dikamar mandi, sementara itu aku akan buatkan cokelat panas untukmu."
Nanao tersenyum simpul. Ia pun segera masuk kedalam kamar mandi pribadi dikamar Hisagi. Lalu memakai pakaian yang Hisagi berikan padanya; sebuah kaos dan celana pendek selutut. Selesai berpakaian, Nanao berjalan menuju ruang tengah. Ia duduk disofa sambil menunggu Hisagi yang masih sibuk didapurnya. Selang beberapa detik Hisagi keluar dari dapur dengan dua gelas mug cokelat panas yang ditangannya.
"Ini," sahut Hisagi menyodorkan satu gelas mug cokelat panas pada Nanao, "Mungkin bisa sedikit menghangatkanmu."
Nanao meraih gelasnya, memegang permukaan gelas yang panas. Bermaksud untuk menghangatkan diri. "Terima kasih." Ucapnya, "Nona yang tadi sangat baik, ya, juga cantik. Apa dia kekasih Hisagi?" tanya Nanao tiba-tiba.
Hisagi menjatuhkan dirinya disofa dan terduduk disebelah Nanao. Ia tersenyum. "Dulu," jawabnya. "Dulu aku sempat menjadi kekasihnya, tapi tidak dengan sekarang. Hubungan kami hanya sekedar relasi kerja."
"Kenapa? Padahal, 'kan..." ucapan Nanao terhenti ketika Hisagi memotongnya.
"Sudah, itu tidak penting untuk dibahas."
"Oh, maaf..." desis Nanao pelan.
"Mana kaca matamu?" tanya Hisagi mengalihkan pembicaraan.
"Ah, i-itu.. Aku simpan dikamarmu, lagipula kacamatanya sudah tidak layak pakai, hehe.."
"Oh, begitu. Kalau begitu besok akan kubelikan yang baru, ya!" tawar Hisagi.
Nanao terkejut. "E-eh.. T-tidak usah, tanpa kacamata aku masih bisa melihat jelas, kok!" tukasnya, "Daripada dibelikan untuk kacamataku, sebaiknya ditabung, supaya Hisagi bisa membeli rumah sendiri." Ucap Nanao dengan senyuman tulusnya yang ia berikan pada Hisagi.
'DEGG!' Jantung Hisagi langsung berdebar-debar ketika melihat senyuman tulus yang Nanao berikan. 'Kenapa ini? Jantungku berdebar-debar seperti ini!' batin Hisagi.
Hening sejenak antara mereka berdua. Hisagi pun mulai mengajak Nanao untuk berbicara lagi. "Nanao, apa kau punya keluarga di kota ini?" tanya Hisagi.
Nanao tertunduk. Air mukanya menunjukan kesedihan yang mendalam. "Aku.. Keluargaku semuanya sudah tiada.." mengingat masa lalunya yang kelam membuat air matanya kini mulai terbendung dibola mata lavender miliknya.
"Eh?" Hisagi mulai merasa tidak enak karena telah bertanya sesuatu yang membuat Nanao menjadi sedih. Saat ia ingin berbicara lagi, sayangnya Nanao memotongnya lebih dulu.
"Keluargaku meninggal ketika api melahap kediaman kami, dan yan tersisa hanyalah aku, aku yang sebatang kara.." Nanao masih berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh membasahi pipinya. "B-beberapa hari kemudian, setelah kejadian i-itu, aku menjadi seorang gadis jalanan yang kumuh dan kotor," isaknya mulai terdengar, Hisagi terdiam menatap haru gadis dihadapannya, membiarkannya meluapkan seluruh kesedihannya. "S-sampai suatu hari ada seorang pria paruh baya, mengajakku untuk tinggal bersamanya. Kupikir pria itu benar-benar berhati mulia.. T-tapi..." belum sempat Nanao menyelesaikan penjelasannya, tangisnya langsung meledak begitu saja.
Hisagi merasa sangat terharu. Ia menyimpan mug cokelat panas milik Nanao dan miliknya. Reflek ia langsung memeluk Nanao, membiarkan pakaiannya dibasahi oleh air mata Nanao. "T-tapi... Pria itu malah b-berusaha u-untuk m-memperkosaku... hiks..hiks.." Tangisnya semakin menjadi-jadi.
Hisagi mempererat pelukannya. Berusaha memberikan kenyamanan pada Nanao. "Ssstt~ sudahlah, Nanao. Sekarang aku ada disini, aku akan melindungimu dari pria bajingan itu. Kumohon jangan menangis.." hibur Hisagi.
Perlahan isak tangis Nanao mulai terhenti. Berkat semangat dan dorongan dari Hisagi, kini Nanao bertekad melupakan masa-masanya yang kelam itu. "Te-terima kasih, Hisagi." Ucapnya sedikit lirih.
Hisagi tersenyum simpul begitu melihat Nanao mulai tenang. "Tenanglah, aku disini untukmu, Nanao." Bisiknya sambil mengelus-elus rambut Nanao. Selang beberapa menit, Nanao tertidur pulas, kepalanya tersandar didada Hisagi. Hisagi pun segera menggendongnya dengan ala bridal style membawa Nanao ke kamarnya. Direbahkannya tubuh Nanao secara perlahan, berusaha agar Nanao tidak terganggu dari tidurnya. Selimut tebal ia tarik hingga menutupi tubuh Nanao. Setelah itu, ditatapnya Nanao dalam-dalam, memperhatikan betapa lugunya gadis itu.
'DEGG!'
'Gawat, lagi-lagi aku berdebar melihatnya. Bisa gawat kalau aku sampai menyerangnya seperti preman bengal tadi!' batin Hisagi. Daripada ia berpikiran yang tidak-tidak, ia memutuskan untuk segera keluar dari kamarnya, membiarkan Nanao terlelap dalam tidurnya. "Oyasumi, Nanao."
Hisagi menyiapkan selimut untuk dirinya sendiri. Malam ini ia akan tidur disofa. Sejenak ia berpikir.
"Hmm.. Gawat.. Hampir saja, aku berpikiran macam-macam.." gumam Hisagi pelan sambil berbaring diatas sofa ruang tengahnya.
'Rasanya aku mengerti, mengapa preman-preman yang menyerang Nanao dan juga pria tua yang dimaksud Nanao berusaha macam-macam padanya. Jika dipikir-pikir, Nanao memang sangat manis. Apalagi, tadi aku sempat memeluknya ketika ia sedang menangis. Tubuhnya yang lebih mungil dariku, rambutnya yang harum, kulitnya yang halus, dan bola matanya yang indah berwarna lavender.. Ukhh! Sialan, aku malah berpikir yang tidak-tidak. Membuatku semakin.. err~ terangsang! Ya, Tuhan.. Ini benar-benar gawat!' batin Hisagi frustasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar